Berikut ini resume materi tentang Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan pada hari Rabu tanggal 26 April 2017 oleh dosen ibu Ika Sari
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
A.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
“Anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai kebutuhan baik permanen maupun
sementara untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan yang
disebabkan oleh :
1 .
Kondisi sosial-emosi
2 .
Kondisi ekonomi
3 .
Kondisi politik
4 .
Kelainan bawaan maupun yang didapat
kemudian.
Anak berkebutuhan khusus menurut ahli :
1 .
“Mulyono (2006)
: anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau
menyandang ketentuan dan juga anak yang
berbakat.
2 .
Heward : anak
berkebutuhan khusus adalah anak dngan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.”
B.
Karakteristik
Anak Berkebutuhan Khusus
“Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud
di sini adalah anak yang mengalami penyimpangan sedemikian rupa dari anak
normal baik dalam hal karakteristik mental, fisik, sosial, emosi ataupun
kombinasi dari hal-hal tersebut, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus
supaya dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Jelas dari definisi
itu anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan/program khusus dalam
pendidikannya supaya potensinya/kemampuannya dapat berkembang secara optimal.
Dalam pembahasan ini anak berkebutuhan khusus hanya dibatasi dengan lima anak
berkebutuhan khusus diantaranya ; anak tunanetra, anak tunarungu, anak
terbelakang, anak tunadaksa, dan anak tunalaras.
Dalam segi perkembangan intelektual
rata-rata semua jenis anak berkebutuhan khusus terhambat bahkan ada yang
terlambat sekali. Hal ini tergantung tingkat intensitas kelainannya dan derajat
kedalaman pengalaman yang diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi pada umumnya
mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
meskipun di balik itu mengalami kemudahan dalam menyesuaikan dengan sesama anak
berkebutuhan khusus yang sama kelainannya. Kesulitan menyesuaikan diri dapat
terjadi karena adanya rasa rendah diri yang disebabkan adanya kelainan ataupun
keterbatasan dalam kesanggupannya menyesuaikan diri.
Dilihat dari segi stabilitas emosinya,
nampak bahwa pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa, tersinggung,
konflik diri dan sebagainya. Hal ini muncul diduga karena keterbatasannya di
dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Sedangkan dalam segi komunikasi juga
mengalami hambatan atau gangguan terutama bagi mereka yang mempunyai kelainan
cukup berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya :
yang mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau
perabaan, gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatannya dan
sebagainya.
1 .
Karakteristik
dan Permasalahan Anak Tunanetra
Yang dimaksud dengan anak tunanetra adalah anak yang
mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik kelainan itu
bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam
pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Karena kekurangan daya penglihatan dan bahkan tidak
adanya kemampuan melihat sama sekali, anak tunanetra memiliki kekhasan tingkah
laku dan kepribadian serta kondisi fisik lainnya yang tidak dimiliki oleh
individu yang awas, sehingga pada umumnya mereka tidak dapat berkembang setaraf
dengan orang awas.
Karakteristik anak tunanetra di
antaranya sebagai berikut :
·
Anak tunanetra
tidak mengharapkan simpati dari orang lain, tetapi mengharapkan diperlukan
sebagaimana orang lain dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri agar
dapat mandiri di kemudian hari.
·
Dia tidak mampu
mengamati bagaimana orang lain melakukan sesuatu.
·
Pada umumnya
mempunyai kepribadian yang relatif berbeda dengan anak awas, misalnya merasa
rendah diri, hidupnya tidak terarah dan tak bermakna, mudah mengalami frustasi
dan sebagainya.
·
Pada umumnya
memiliki perbedaan yang cukup tajam di dalam menanggapi dan mereaksi
lingkungan.
Dari karakteristik yang dimilikinya
muncullah beberapa jenis masalah yang dihadapi individu terutama yang dihadapi
oleh murid-murid sekolah. Masalah yang dimaksud sekurang-kurangnya dapat
digolongkan sebagai berikut :
1)
Masalah
pengajaran
Misalnya :
kesulitan dalam menangkap pelajaran yang verbalistik, menggunakan buku,
kesulitan dalam hal menuli dan membaca, dll.
2)
Masalah
pendidikan
Misalnya, susah
dalam memilih ektrakulikuler yang sesuai dengan bakat, dll.
3)
Masalah
gangguan emosi
Misalnya,
perasaan mudah tersinggung, mudah marah, dll.
4) Masalah
penyesuain diri
Misalnya, susah
menyesuaikan diri dengan yang lain, dll.
2 . Karakteristik
dan Permasalahan Anak Tunarungu
Seseorang dikatakan tunarungu bila seseorang itu tidak
memiliki atau masih memiliki sisa pendengaran sedemikian rendahnya sehingga
tidak dapat berfungsi untuk kehidupan sehari-hari sebagaimana pada umumnya baik
dengan atau tanpa menggunakan alat bantu mendengar.
Berbicara masalah anak tunarungu tidak dapat dipisahkan
dengan anak tunawicara. Karena secara faktual antara keduanya ini sulit
diditeksi dalam waktu singkat, meskipun yang selalu dapat dilihat itu
ketidakmampuannya dalam berkomunikasi.
a . Karakteristik
fisik, meliputi :
·
Cara
berjalannya kaku dan agak membungkuk karena daya keseimbangan terganggu;
·
Gerakkan kaki
dan tangannya lincah/cepat sebab sering digunakan untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya, sebagai pengganti bahasa lainnya;
·
Gerakan matanya
cepat dan bringas, apabila organ ini tidak dijaga dengan baik dapat berakibat
kemampuan melihat menurun karena selalu digunakan sebagai pengganti alat
pendengarannya;
·
Kemampuan
pernapasannya pendek-pendek terganggu, sehingga tidak mampu berbahasa dengan
baik.
b . Karakteristik
dalam segi bicara/bahasa, meliputi :
·
Biasanya
individu yang tuli juga mengalami ketidakmampuan dalam berbahasa;
·
Tunarungu yang
diperoleh sejak lahir dapat belajar bicara dengan suara normal;
·
Dia kurang
menguasai irama dan gaya bahasa;
·
Dia mengalami
kesulitan dalam berbahasa verbal dan pasif dalam berbahasa.
c . Karakteristik
kepribadiannya, meliputi :
·
Anak tunarungu
yang tidak berpendidikan cenderung murung, penuh curiga.
·
Lingkungan yang
menyenangkan dan memanjakan dapat berpengaruh terhadap ketidakmampuan dalam
penyesuaian mental maupun emosi; dan
·
Anak tunarungu
menunjukkan kondisi yang lebih neurotik, mengalami ketidakamanan, dan berkepribadian
tertutup ( introvert ).
d .
Karakteristik
emosi dan sosialnya, meliputi :
·
Suka
menafsirkan secara negatif
·
Kurang mampu
dalam mengendalikan emosinya dan sering emosinya bergejolak
·
Memiliki rasa
cemburu dan merasa di perlakukan tidak adil serta sulit bergaul.
Masalah-masalah lainnya, sebagai berikut :
1)
Masalah
komunikasi
2 2)
Masalah pribadi
3)
Masalah
pengajaran atau kesulitan belajar
4)
Masalah
penggunaan waktu terluang
5)
Masalah
pembinaan keterampilan dan pekerjaan
3 .
Karakteristik
dan Permasalahan Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami
keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan
sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga
untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran
dengan program khusus.
a . Karakteristik
mental, meliputi :
·
Mereka
menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan
yang berbeda;
·
Mereka tidak
mampu memberikan kritik;
·
Kemampuan
asosiasinya terbatas;
·
Kapastitas
inteleknya sangat rendah.
b .
Karakteristik
fisik, meliputi :
·
Mereka
cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata. Misalnya; adanya
ketidaksamaan/ketidakserasian anatar kepala dan wajah (muka), dari ukuran besar
kepala ada yang besar atau ada yang kecil, dll.
·
Biasanya mereka
mengalami hambatan bicara dan berjalan.
·
Pemeliharaan
diri kurang (terutama yang tingkat bawah)
c .
Karakteristik
sosial-emosi, meliputi :
·
Ada
kecenderungan tidak mampu menyesuaikan diri.
·
Minat permainan
mereka tidak cocok dengan anak yang seusianya.
·
Memiliki
problem emosi dan tingkah laku.
Kemungkinan-kemungkinan masalah yang dihadapi anak
terbelakang dalam konteks pendidikan, diantaranya dapat disebutkan sebagai
berikut :
1 1)
Masalah
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
2 2)
Masalah
kesulitan belajar
3)
Masalah
penyesuaian diri
4)
Masalah
penyaluran ke tempat kerja
5)
Masalah
gangguan kepribadian dan emosi
4 . Karakteristik
dan Permasalahan Anak Tunadaksa
Yang dimaksud dengan anak tunadaksa adalah anak yang
mempunyai kelainan ortopedik atau salah bentuk atau berupa gangguan dari fungsi
normal pada tulang, otot, dan persendian yang mungkin karena bawaan sejak
lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau berjalan
perlu alat bantu.
a . Karakteristik
kepribadian, meliputi :
·
Mereka yang
cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman
Tidak ada
hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang
diderita.
·
Adanya kelainan
fisik tidak mempengaruhi kepribadian atau ketidakmampuan individu dalam
menyesuaikan diri.
b .
Karakteristik
emosi-sosial, meliputi :
·
Kegiatan-kegiatan
yang tidak dapat dijangkau oleh anak tunadaksa dapat berakibat timbulnya emosi.
·
Menyingkirkan
diri dari keramaian.
·
Cenderung acuh
ketika dikumpulkan pada anak-anak normal.
c .
Karakteristik
intelegensi, meliputi :
·
Tidak ada
hubungan antara tingkat kecerdasan dengan kecacatan, tetapi ada beberapa
kecenderungan yakni adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila
kecacatan meningkat.
·
IQ anak
tunadaksa rata-rata normal.
d .
Karakteristik
fisik, meliputi :
·
Biasanya
disamping mengalami cacat tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-gangguan
lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, dll.
·
Kemampuan
motoriknya terbatas.
Penggolongan masalah lainnya, antara lain :
1)
Masalah
kesulitan belajar
2)
Masalah
sosialisasi
3)
Masalah
kepribadian
4)
Masalah
keterampilan
5)
Masalah latihan
gerak
C.
Pendidikan
Inklusif
“Pendidikan inklusif adalah pendidikan
untuk :
1 . Semua anak dan orang dewasa yang butuh
belajar
2 . Anak-anak daan orang dewasa yang
mempunyai kemampuan tinggi seperti talenta dan anak cerdas
3 . Orang-orang dengan hambatan fisik
maupun psikis baik yang permanen maupun sementara seperti gangguan emosional
dan tingkah laku, gangguan penglihatan,pendengaran,kesulitan belajar,disfungsi
otak,gangguan motorik dsb
4 . Orang-orang yang terpinggirkan seperti
anak jalanan, pekerja anak, dan pemakai bahan minoritas.
Kelompok
sasaran dalam pendidikan inklusif itu bukan anak yang berkelainan saja tapi
meliputi sebagian besar anak yang belajar. oleh karenanya sekolah hendaknya
mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial,
emosi, bahasa, ataupun kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar
berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan
khusus.
D. Klasifikasi
Anak Berkebutuhan Khusus
A.
Anak Berkebutuhan Khusus Temporer
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi
karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar.
Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini
tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen. Anak
seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan
yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu
dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak anak-anak yang mempunyai
kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan mereka memerlukan pendidikan yang
disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.
B.
Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Anak berkebutuhan khusus yang
bersifat permanen adalah anak-anak yang
mengalami hambatan belajar dan
hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi
kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran,
gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik),
gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan
kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan
anak penyandang kecacatan. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
1 . Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Secara umum
tunanetra dikelompokkan menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli
mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low
vision), buta (blind), dan buta
total (totally blind). Anak yang
memiliki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia
ringan) masih dapat dikoreksi dengan bantuan kacamata dan bisa mengikuti
pendidikan seperti anak lainnya, sehingga tidak dikelompokkan pada tunanetra.
Ketunanetraan
dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 hal, yaitu tingkat ketajaman
penglihatan,saat terjadinya ketunanetraan serta adaptasi pendidikannya.
C. Berdasarkan
Tingkat Ketajaman Penglihatan
1)Tunanetra
dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70 feet-20/200 feet disebut
tunanetra kurang lihat (low vision).
Pada taraf ini para penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus.
2) Tunanetra
dengan ketajaman penglihatan antara 6/60m atau 2/200 feet atau kurang,
dikatakan tunanetra berat atau secara umum dapat dikatakan buta (blind). Kelompok ini masih dapat
diklasifikasikan lagi menjadi tunanetra yang masih dapat melihat gerakan tangan
dan tunanetra yang hanya dapat membedakan terang dan gelap.
33) Tunanetra
yang memiliki visus 0. Pada taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu
lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun
dan disebut buta total.
b D.
Berdasarkan
Saat Terjadinya Ketunanetraan
1)
Tunanetra
sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini
masih belum mempunyai konsep penglihatan. Oleh karena itu, peran orang tua
sangat besar untuk melatih penggunaan indra-indra yang masih dimilikinya.
2)
Tunanetra
batita (di bawah 3 tahun)
Konsep
penglihatan yang telah dimiliki lama kelamaan akan hilang sehingga kesan-kesan
visual atau konsep-konsep tentang benda atau lingkungan yang dimilikinya tidak
terlalu bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, orang-orang di
sekitarnya perlu membantu mengulang kembali segala sesuatu yang telah
dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat.
3)
Tunanetra
balita (3-5 tahun)
Konsep
penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Peran orang
tua dan guru TK sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang
telah dimiliki.
4)
Tunanetra
pada usia sekolah (6-12 tahun)
Konsep penglihatan
telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang banyak dan bermanfaat
bagi perkembangan pendidikannya. Namun demikian, mereka harus tetap mendapat
perhatian khusus dari orang tua dan gurunya dalam menempuh pendidikannya karena
mereka cenderung mengalami guncangan jiwa. Oleh karena itu, tugas para guru
adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyatan sehingga anak dapat
berkembang dan menambah pengalamannya dalam ketunanetraannya.
5)
Tunanetra
remaja (13-19 tahun)
Anak remaja
sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan
bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Namun,
ketunanetraan pada usia remaja dapat menimbulkan guncangan jiwa yang sangat
berat karena terjadi konflik batin dan jasmani.
6)
Tunanetra
dewasa (19 tahun ke atas)
Pada umumnya di usia dewasa ini
mereka sudah memiliki keterampilan dan kemungkinan pekerjaan yang diharapkan
untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Ketunanetraan yang dialaminya
menjadi pukulan yang sangat berat dan menimbulkan guncangan jiwa atau putus
asa. Oleh karena itu, mereka hendaknya mendapatkan layanan dan bimbingan baik
secara jasmani, maupun rohani secara khusus.
c E.
Berdasarkan
Adaptasi Pendidikan
Klasifikasi ini berdasarkan ketajaman penglihatan.
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu sebagai berikut :
1)
Ketidakmampuan
melihat taraf sedang (moderate visual
disability)
Pada taraf
ini, mereka dapat melakukan tugas – tugas visual yang dilakukan oleh orang awas
dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang
cukup.
2)
Ketidakmampuan
melihat taraf berat (severe visual
disability)
Pada taraf
ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat
meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka
membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas- tugas visual.
3)
Ketidakmampuan
melihat taraf sangat berat (profound
visual disability)
Pada taraf ini, mereka mendapat
kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca
dan menulis huruf awas. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannnya sebagai alat pendidikan
sehingga indra peraba dan pendengaran memegang peranan pentimg dalam menempuh
pendidikannya.
2 F. Anak dengan Gangguan Pendengaran dan / Wicara
(Tunarungu)
Anak dengan gangguan pendengaran
sering disebut tunarungu. Istilah tunarungu dirasa lebih halus daripada tuli.
Klasifikasi tunarungu:
a 1.
Berdasarkan
tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1)
Tunarungu
ringan (mild hearing loss) anatara
27-40 dB.
Siswa yang mengalami kondisi ini
sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang
strategis.
2)
Tunarungu
sedang (moderate hearing loss)
anatara 41-55 dB.
Ia dapat mengerti percakapan dari
jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat
mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara.
3)
Tunarungu
agak berat (moderately severe hearing
loss) antara 56-70dB.
Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat
sehingga ia perlu menggunakan hearing aid.
4)
Tunarungu
berat (severe hearing loss) antara
71-90dB.
Ia hanya dapat mendengar suara –
suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus
secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan
bicara dan bahasanya.
5)
Tunarungu
berat sekali (profound hearing loss)
Pada kondisi ini mengalami
kehilangan pendengaran lebih dari 90dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang
keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) daripada pola suara.
b G.
Berdasarkan
saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan:
1)
Ketunarunguan
prabahasa (prelingual deafness),
yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa
berkembang.
2)
Ketunarunguan
pascabahasa (post lingual deafness),
yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan
bicara dan bahasa berkembang.
c H. Berdasarkan
letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1)
Tunarungu
tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinay
kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat
konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
2)
Tunarungu
tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oelh terjadinya kerusakan
pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus
chochlearis).
3) Tunarungu
tipe campuran yang merupakan gabungan antara tipe konduktif dan sensorineural,
artinya kerusakan terjadi pada telinga luar / tengah dengan telinga dalam/saraf
pendengaran.
d I.
Berdasarkan
etiologi atau asal usulnya, ketunarunguan dibagi menjadi :
1)
Tunarungu
endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
2 2)
Tunarungu
eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan keturunan).
3J.
Anak dengan Kelainan Kecerdasan di
bawah Rata-rata (Tunagrahita)
Anak dengan
kelainan kecerdasan di bawah rata – rata sering disebut dengan istilah
tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita yang dikemukakan oleh AAMD (Halaman,
1982:43) sebagai berikut:
a .
Mild mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 70 – 55 ringan)
b .
Moderate mental retardation
(tunagrahita IQ-nya 55 – 40 sedang)
c .
Severe mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 40 – 25 berat)
d .
Profound mental retardation
(tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah) (sangat berat).
Pengelompokkan
tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani (tipe klinis) :
a .
Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut
demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit
dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar,
susunan gigi kurang baik.
b .
Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri,
seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit
kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata,
telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi lambat.
c .
Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri -ciri kepala
besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang
juling.
d .
Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang
kecil.
e .
Macrocephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang
besar dari ukuran normal.
4 .
Anak dengan kecerdasan dan bakat
istimewa (gifted and talented)
a . Cerdas istimewa
(gifted IQ 140-179 and genius IQ 180 ke atas) anak dengan IQ di atas rata-rata.
Gifted, yang
termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi menonjol dan
terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Membaca pada
usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2)
Memiliki
rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3)
Berinisiatif,
kreatif, dan original dalam menunjukkan gagasan.
4)
Mampu
memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistematis dan kritis.
5) Dapat
berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau
bidang yang diminati.
6)
Mempunyai
daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
7)
Senang
terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah.
Genius, pada kelompok ini bakat dan
keistimewaannya telah tampak sejak kecil. Misalnya, umur 2 tahun mulai belajar
membaca dan pada umur empat tahun belajar bahasa asing. Kelompok ini mempunyai
kecerdasan yang sangat luar biasa. Walaupun tidak sekolah, mereka mampu
menemukan dan memecahkan masalah. Jumlahnya sangat sedikit, namun terdapat
semua ras dan bangsa, semua jenis kelamin, serta dalam semua tingkatan ekonomi.
Contoh orang yang jenius, antara lain: John Stuart Mill (IQ 200), Francis
Galton (IQ 200), dan Goethe (IQ 185).
Menurut Francis Galto Goethe
Ciri-ciri anak jenius:
a)
Punya
kemampuan bernalar yang bagus.
b)
Bisa belajar
dengan cepat.
c)
Punya
perbendaharan kata yang luas.
d)
Punya
kemampuan mengingat yang bagus.
e)
Bisa
konsentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya.
f)
Sensitif
perasaannya dan mudah merasa “tertusuk”.
g)
Cepat
menunjukkan rasa peduli.
h)
Perfeksionis
dan intensif.
b .
Bakat
istimewa (talented) anak dengan bakat
khusus (akademik atau non akademik.
Anak yang memiliki potensi kecerdasan
istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented)
adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya
(anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai
”gifted & talented children”.
Bakat khusus
akademik yaitu bakat yang sejak awal sudah ada yang berkaitan dengan
intelektual, seperti bakat dalam mata pelajaran matematika, bakat bidang bahasa
dan bakat ilmu.
Bakat khusus
non akademik yaitu bakat yang sejak awak sudah ada dan terarah pada suatu
lapangan yang terbatas, seperti bakat musik, bakat melukis, dan bakat seni.
5 .
Anak dengan gangguan anggota gerak
(tunadaksa).
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota
gerak (tulang, sendi, otot). Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi
fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.Dari segi fungsi fisik, tunadaksa
diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga
mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ciri-ciri
anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut:
a)
Jari tangan kaku dan tidak dapat mengenggam.
b)
Ada bagian anggota gerak yang
tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
c)
Kesulitan dalam gerakan
(tidak sempurna,
tidak lentur,
bergetar)
d)
Terdapat cacat pada anggota gerak
e)
Anggota gerakl ayu, kaku,
lemah/lumpuh.
Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa),
contohnya:
·
Anak layuh
anggota gerak tubuh (polio)
·
Anak dengan
gangguan fungsi syaraf otak (cerebral
palsy)
6 .
Anak Tunalaras (anak yang mengalami
gangguan emosi dan perilaku).
Anak
Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku) memiliki ciri-ciri,
diantaranya:
a .
Cenderung
membangkang.
b .
Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c .
Sering melakukan tindakan agresif,
merusak, mengganggu.
d .
Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
e .
Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah,
sering bolos, jarang masuk sekolah.
Anak dengan gangguan perilaku dan emosi,
dibagi menjadi dua, yaitu:
a
Anak dengan gangguan perilaku
1)
Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
2)
Anak dengan
gangguan perilaku taraf sedang
3)
Anak dengan
gangguan perilaku taraf berat
b
.
Anak dengan gangguan emosi
1)
Anak dengan
gangguan emosi taraf ringan
2)
Anak dengan
gangguan emosi taraf sedang
3)
Anak dengan
gangguan emosi taraf berat
7 .
Anak Dengan Kesulitan Belajar
Spesifik (specific learning disability)
Menurut
Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997): Istilah “kesulitan belajar
spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih
proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan
atau tulisan dimana gangguan yang terjadi dapat termanifestasikan menjadi
kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca,
menulis, mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika. Menurut Association for Children and Adult
with Learning Disability (ACALD) “Kesulitan belajar spesifik”
adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari faktor neurologis yang
secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi dan /atau kemampuan verbal
dan/atau non verbal.
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang
mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses
syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan
tugas akademik dan pembelajaran. Kesulitan-kesulitan tersbut seperti kesulitan
berfikir, membaca, berhitung, berbicara. Karakteristik anak berkesulitan
belajar spesifik antara lain:
a .
Pada masa
kanak-kanak:
1)
Kesulitan
mengekspresikan diri.
2)
Lambat dalam
mengerjakan tugas seperti mengikat sepatu
3)
Tidak
perhatian, mudah terganggu
)
4
Pada usia
remaja dan dewasa:
1)
Kesulitan
dalam memproses informasi auditori
2)
Kehilangan
barang-barang miliknya, keterampilan mengatur lemah
3)
Lambat dalam
membaca, pemahaman rendah
4)
Kesulitan
dalam mengingat nama orang dan tempat
5)
Kesulitan
mengatur ide untuk menulis
Anak-anak yang termasuk kedalam
kesulitan belajar spesifik meliputi:
a.
Anak yang
mengalami kesulitan membaca (disleksia), ciri-cirinya seperti:
1)
Perkembangan
kemampuan membaca terlambat
2)
Kemampuan
memahami isi bacaan rendah
3)
Serta ketika
membaca sering banyak kesalahan.
b b.
Anak yang
mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) ciri-cirinya:
1)
Ketika
menyalin tulisan sering terlambat selesai, sering salah menulis huruf.
) 2)
Hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca
3)
Tulisannya
banyak salah atau terbalik atau huruf hilang
4)
Sulit
menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
c.
Anak yang
kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) ciri-cirinya seperti:
1)
Sulit
membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =,
2)
Sulit
mengoperasikan hitungan/bilangan.
3)
Sering salah
membilang dengan urut.
4) Sering salah
membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya.
5)
Sulit
membedakan bangun-bangun geometri.
Cara pengajaran anak berkesulitan belajar di
sekolah antara lain:
a.
Pemberdayaan
sensori visual dapat dilakukan dengan :
1)
Diskriminasi visual, pembelajaran dengan mencari perbedaan dan persamaan
huruf atau suku kata. Misal : Mintalah anak untuk membedakan kata-kata yang
hampir sama, seperti : batu, bata, tabu.
2)
Memori visual. Misal : Guru menunjukkan suatu kata selama beberapa
detik lalu menyembunyikannya. Siswa berupaya mengingat huruf-huruf yang ada
dalam kata itu.
3)
Menyebutkan nama huruf. Misal : Minta anak mencari kata dengan huruf depan ‟m‟
atau ‟w‟ di majalah lalu menggunting dan ditempel di buku kegiatan.
b.
Pemberdayaan
sensori auditori dapat dilakukan dengan cara :
1)
Irama, ini penting untuk belajar tentang ’word familiar’ (kata dengan
bunyi sama). Siswa diajarkan untuk melengkapi puisi atau sajak a-a-a.
2)
Blending (menggabung huruf).
Langkah pengajarannya :
1)
Ucapkan dua
suku kata yang berbeda (Ba-Tu).
2)
Minta anak
mengulang dan bantu ia mengenali 2 suku kata pembentuknya
3)
Memori auditori.
4) Ucapkan
kalimat sederhana dan minta anak mengulang. Kalimat dapat ditingkatkan semakin
panjang.
5)
Minta anak
menghafal puisi atau lagu.
8.
Anak Lamban Belajar (slow learner)
Anak lamban belajaradalah anak
yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi
intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan untuk
belajar dan menyesuaikan diri, sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi
penyebab anak lamban belajar antara lain karena masalah tingkat konsentrasinya
yang rendah, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah sosial dan
emosional.
a .
Karakteristik Anak Yang Lamban Belajar
1)
Rata-rata
prestasi belajarnya kurang dari 6
2)
Dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman
seusianya
3)
Daya tangkap
terhadap pelajaran lambat
4)
Pernah tidak
naik kelas.
b. Bimbingan Terhadap Siswa Yang Lambat Belajar
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru
dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar antara lain:
1) Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi
2) Ubahlah cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan. Siswa yang
mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan
terlalu cepat. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk memperlambat
laju pembelajaran, melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan, dan gunakan
media dalam pembelajaran untuk lebih membantu siswa berkonsentrasi belajar.
b) Adakan pertemuan dengan siswa. Dalam pertemuan ini seorang guru
memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa
ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c) Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran. Dengan
cara membawa mereka dekat dengan kita
sebagai guru secara fisik dan harfiah akan membawa si anak lebih dekat kepada
proses pengajaran.
d) Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang, seperti
dengan memberikan penghargaan atas kehadirannya.
e) Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas. Siswa
mungkin merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena
terlambat menyelesaikan dibanding temannya. Guru haruslah membuat penyesuaian
dalam jumlah tugas maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas
berdasar kemampuan masing-masing individu.
f) Ajarkan self-monitoring of attention. Melatih siswa untuk memonitor
perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer. Hal ini akan
membantu menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam
memfokuskan perhatian juga bisa berguna dalam strategi untuk memperkokoh
keterampilan memperhatikan.
2) Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat.
a) Ajarkan menggaris bawahi dengan penanda, untuk
membantu memancing ingatan. Guru harus memberi tahu siswa cara memilih kalimat
dan istilah kunci untuk diberi garis bawah.
b) Perbolehkan
menggunakan alat bantu memori. Karena alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka
sebagai alat pengingat dan bisa jadi juga sebagai alat pengajaran.
c) Biarkan
siswa yang mengalami masalah sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih
kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan membagi tugas kelas dan rumah atau
dengan memberikan tes kemampuan penguasaan lebih sering.
d) Ajarkan
siswa untuk berlatih mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes
langsung setelah pelajaran disampaikan.
3) Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi.
a a) Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”. Ini berguna
untuk untuk mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan suatu pertanyaan
mengenai materi baru.
) b) Menunda ujian akhir dan penilaian. Bagi sebagian siswa, menunda ujian
akhir mereka sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin
merupakan cara terbaik.
c c) Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”. Siswa
biasanya memiliki perasaan akan gagal berbagai hal yang mereka lakukan.
Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan kepercayaan diri bagi siswa ini
merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya.
4) Bimbingan bagi anak dengan masalah social dan emosional
a) Buatlah sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses. Siswa
berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan dikelas dan merasa ikut
serta di dalamnya. Jangan sampai mereka merasa tidak memilki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain.
embentuk kesadaran tentang diri dan orang lain. Membantu
siswa menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain
merupakan kesempatan yang berarti bagi perkembangan sosial dan emosional.
c) Mengajarkan sikap positif. Ketika siswa berkesulitan belajar
menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik
atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik
intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan lebih positif.
d) Minta bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin
dapat memberikan bantuan.
9. Anak Autis
Autisme berasal dari kata “autos”
yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi
umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri
atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya
sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya”
sendiri.
Autisme adalah
gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak
pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga
mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan
tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002). Yuniar (2002)
menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek,
mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan
sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai
ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan definisi autisme adalah gejala menutup diri
sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar,
merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan
akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial,
tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Autisme atau autisme infantil (Early
Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang
psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala
psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom
Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang
kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi
orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.
Gejala-gejala anak autis tampak sejak lahir, biasanya sebelum anak berusia 3
tahun.
b. Berikut beberapa gejala-gejala anak autis:
a .
Tidak
bermain dengan teman sebaya dengan cara yang sesuai
b . Terlambat
bicara/tak bisa bicara tanpa kompensasi penggunaan isyarat
c. Penggunaan
bahasa yang berulang
d . Minat yang
terbatas dan abnormal dalam intensitas dan fokus
e .
Sensitifitas
berlebihan /kurang sensitif
f.
Terdapat
bakat-bakat dibidang membaca, aritmatika, menggambar, mengeja, olahraga,
komputer
Beberapa lembaga pendidikan
(sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut :
a .
Anak Autis
di sekolah normal dengan integrasi penuh.
b .
Anak Autis
di sekolah khusus.
c .
Anak Autis
di SLB.
d .
Anak Autis
hanya menjalani terapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar